ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN TBC
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Tuberkolusis
paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon.
Penularan tuberculosis terjadi karena
penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan
atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah penderita terdapat basil
TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana.
Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian
terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di
paru-paru.
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam
kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering
kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita
itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan
pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak
mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang
lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.
Tingginya angka penderita TBC di
Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan
yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan
penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta
kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan
dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di
lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Pada penderita yang dicurigai menderita
TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD
(purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan
pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh
sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan
sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh
TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda
dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin
baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
IBU HAMIL DENGAN TBC
Definisi
Tuberkolusis
adalah penyakit menular yang menyereng paru.
(Dep.Les.
RI, 2001 : 7)
Tuberkolusis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan
gejala yang sangat bervariasi.
(Kapita
Selakta, 2001 : 472)
Tubercolosis
adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui udara pernafasan yang
disebabkan oleh kuman mycobacterium tubercolosis.
(Infeksi
Saluran Nafas, 1989 : 37)
Patofisiologi
Penyebaran
kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan
droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi
karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara
dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya,
sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa
angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia
melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi
beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang
dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat
meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam
jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil
tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah,
maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada
hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil
ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih
panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila
terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya
serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa
respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan
cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat
terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut
fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk
darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul
sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu
600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh
terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.
V. Komplikasi
1. Radang Pleura
2. Efusi Pleura
3. Bronkopneumonia
4. Menurunnya imunitas
tubuh
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan
Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran
patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim
dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas
paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998).
2. Pemeriksaan
laboratorium
a. Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah
putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses
aktif (Alsogaff, 1995).
b. Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA)
pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya
diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)
c. Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti
apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua
jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein
Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 –
26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan
dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna
jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan
harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis
disuntikkan (Soeparman, 1998. Barbara. T. Long, 1996).
VII. Penatalaksanaan
Keperawatan
1. Berikan penjelasan
dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga
diperlukan pengobatan yang lama dan teratur.
2. Anjarkan untuk
menutup mulut dan hidungnya bula batuk, bersin, dan tertawa.
3. Ibu hamil dengan
proses aktif hendanya jangan dicampurkan dengan wanita hamil.
4. Untuk diagniosis
pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru.
5. Pendertia dengan
proses aktif apalagi dengan batuk darah sebaiknya di rawat di RS, dalam kamar
isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan untuk menjamin makanan dan istirahat
yang cukup, pengobatan intensif dan teratur.
Medis
1. Iconiazid adalah obat
terpilih karena paling aman untuk kehamilan.
2. Setelah 1-2 bulan
pengobatan, lakukan pemeriksaan sputum ulang.
3. Bayi harus mendapat
propilaktasis INH dan imunisasi BCG.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan
pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu,
pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990).
1) Pengumpulan data
Dalam
pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama,
umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996)
b. Riwayat penyakit
sekarang
Meliputi
keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
c. Riwayat penyakit
dahulu
Keadaan
atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
·
Riwayat
penyakit keluarga
Mencari
diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
·
Riwayat
psikososial
Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).
·
Pola
fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan
tata laksana hidup sehat
Pada
klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek
(Hendrawan Nodesul, 1996)
2) Pola nutrisi dan
metabolik
Pada
klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn.
E. Doenges, 1999).
3) Pola eliminasi
Klien
TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan
latihan
Dengan
adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn. E.
Doegoes, 1999).
5) Pola tidur dan
istirahat
Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6) Pola hubungan dan
peran
Klien
dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
7) Pola sensori dan
kognitif
Daya
panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak
ada gangguan.
8) Pola persepsi dan
konsep diri
Karena
nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
9) Pola reproduksi dan
seksual
Pada
penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan
adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan
Nodesul, 1996).
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena
sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
2) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan
sistem-sistem tubuh :
a. Sistem integumen
Pada
kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b. Sistem pernapasan
Pada
sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
- Inspeksi
: Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
- Palpasi
: Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
- Perkusi:
Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
- Auskultasi
: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c. Sistem pengindraan
Pada
klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya
takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e. Sistem
gastrointestinal
Adanya
nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f. Sistem
muskuloskeletal
Adanya
keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g. Sistem neurologis
Kesadaran
penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya
klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. Fokus Intervensi
Setelah mengumpulkan data,
mengelompokan dan menentukan diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya
adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini dengan melihat diagnosa
keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan
kesatu : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret kental
atau secret darah.
·
Tujuan
: jalan nafas efektif
·
Kriteria
hasil :
-
Klien
dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
-
Klien
dapat mempertahankan jalan nafas
-
Pernafasan
klien normal (16 – 20 kali per menit)
·
Rencana
tindakan :
a) Kaji fungsi
pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan
otot aksesori
Penurunan
bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi
sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan
b) Catat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran
sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan
paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
c) Berikan klien posisi
semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam
Posisi
membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi
maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan sekret dari
mulut dan trakea
Mencegah
obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu
mengeluaran sekret
e) Pertahanan masukan
cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan
tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan
f) Lembabkan udara
respirasi
Mencegah
pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
g) Berikan obat-obatan
sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid
Menurunkan
kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan
trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia
2) Diagnosa keperawatan
kedua : gungguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolar-kalpiler secret kental.
·
Tujuan
: Pertukaran gas berlangsung normal
·
Kreteria
hasil :
-
Melaporkan
tak adanya / penurunan dispnea
-
Klien
menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
-
Menunjukan
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal
·
Rencana
tindakan dan rasional
a) Kaji dispnea,
takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya
ekspansi dinding dada
TB
paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
b) Evaluasi perubahan
pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran
mukosa
Akumulasi
sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan
c) Tujukkan/dorong bernapas
bibir selama ekshalasi
Membuat
tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara
melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d) Tingkatkan tirah
baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Menurunkan
konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya
gejala
e) Awasi segi GDA / nadi
oksimetri
Penurunan
kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan
kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Berikan oksigen
tambahan yang sesuai
Alat
dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru
3) Diagnosa keperawatan
ketiga : hipetermi berhubungan dengan proses inflamasi.
·
Tujuan
: Suhu tubuh normal (36 °C - 37°C)
·
Kriteria
hasil :
·
Klien
mengatakan badannya sudah tidak panas
·
Suhu
tubuh pasien 36°C
·
Rencana
tindakan dan rasional
a) Observasi TTV
b) Anjurkan klien untuk
minum sedikit tapi sering
c) Libatkan keluarga
untuk menyediakan minuman kesukaan pasien
d) Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antipiretik : paracetamol
4) Diagnosa keperawatan
keempat : pola napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk.
·
Tujuan
: Pola nafas efektif
·
Kriteria
hasil :
·
Klien
mempertahankan pola pernafasan yang efektif
·
Frekwensi
irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
·
Dispneu
berkurang
·
Rencana
tindakan dan rasional
a) Kaji kualitas dan
kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap
perubahan
b) Mengetahui penurunan
bunyi napas karena adanya secret
Kaji
kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui
perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
c) Auskultasi bunyi
napas setiap 4 jam
Mengetahui
sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d) Baringan klien untuk
mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
Membantu
mengembangkan secara maksimal
e) Bantu dan ajarkan
klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam
Batuk
dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f) Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah
kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran
lumen trakeobroncial
5) Diagnosa keperawatan
kelima : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
anoreksia, keletihan atau dispnea.
·
Tujuan
: terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda
malnutrisi
·
Kriteria
hasil
-
Klien
dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
-
Berat
badan stabil dalam batas yang normal
·
Rencana
tindakan dan rasional
a) Mencatat status
nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat
mual/muntah atau diare
Berguna
dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat
b) Pastikan pola diet
biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu
dalam mengidentifukasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan
individu dapat memperbaiki masakan diet
c) Mengkaji masukan dan
pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna
dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d) Berikan perawatan
mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan
rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah
e) Dorong makan sedikit
dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Memaksimalkan
masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f) Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan
bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik
dan diet
6) Diagnosa keperawatan
keenam : Resiko infeksi yang sehubungan dengan penurunan/ penekanan proses
inflamasi.
·
Tujuan
: klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
·
Kriteria
hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan
oleh kegagalan kontak klien.
·
Rencana
tindakan dan rasional
a) Identifikasi orang
lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang
yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b) Anjurkan klien untuk
batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik
mencuci tangan yang tepat
Perilaku
yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c) Kaji tindakan.
Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat
membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular
d) Identifikasi faktor
resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan
tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari
insiden eksaserbasi
e) Tekankan pentingnya
tidak menghentikan terapi obat
Periode
singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut
sampai 3 bulan
f) Kolaborasi dan melaporkan
ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
Membantu
mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran
infeksi.
A. Kesimpulan
Tingginya angka penderita TBC di
Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan
yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan
penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta
kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan
dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di
lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Karena prevalensi TBC paru di Indonesia
masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi.
Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan
Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia
yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat
diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan
tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak
mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak
terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun
kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus
yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara
dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih
parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang
lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat
dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang
dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang
disekelilingnya.
B. Penanganan
- Dalam
kehamilan :
a. Ibu hamil dengan
proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada
pemeriksaan antenatal.
b. Untuk diagnosis pasti
dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
c. Penderita dengan
proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di rumah sakit;
dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat
dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
d. Obat-obatan : INH,
PAS, rifadin, dan streptomisin.
e. TBC paru tidak
merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
- Dalam
persalinan :
a. Bila proses tenang,
persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan apa-apa.
b. Bila proses aktif,
kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di beri
obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan
ekstraksi vakum/forseps.
c. Bila ada indikasi
obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama dengan ahli
anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
- Dalam
masa nifas :
a. Usahakan jangan
terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan koagulansia.
b. Usahakan mencegah
terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
c. Bila ada anemia
sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap
infeksi sekunder.
d. Ibu dianjurkan supaya
segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan
tubektomi.
- Perawatan
bayi
Biasanya
bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat
jarang.
a. Bila ibu dalam proses
TBC aktif
1) Secepatnya, bayi
diberikan BCG.
2) Bayi segera
dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
3) Bila uji Mantoux
sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi dengan ibunya.
b. Menyusukan bayi, pada
proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu dan bayi.
c. Dapat diberikan anti
TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari.
·
TBC
paru dan alat reproduksi :
1) TBC paru dapat
bersamaan dengan TBC alat genitalia. Wiknjosastro (1995) menemukan pada 15
wanita penderita TBC-genitalis; 40% sarang primernya terdapat di paru-paru.
2) TBC-genitalis dapat
menyebabkan :
a) Infertilitas
(kemandulan)
b) Bila terjadi
kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus, Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET), dan partus prematurus.
c) TBC-genitalis yang
sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus dan persalinan.